Rabu, 04 Februari 2015

PENGALAMAN PRIBADI


PERJALANA MASA KULIAH-KU
Kuliah adalah salah satu impian terbesar saya ketika saya masih duduk di bangku SMP. Impian tersebut semakin terbayang-bayang dalam benak saya ketika saya beranjak SMA. Di masa itu, saya seringkali membayangkan betapa indahnya dunia perkuliahan, dimana cara berpakaian boleh bebas, tidak ada lagi guru yang mengatur-atur gaya rambut saya, dan tidak ada lagi saat-saat di mana saya harus berpacu dengan waktu untuk menghindari pintu gerbang yang akan ditutup. Selain hal-hal tersebut, saya juga menyangkan bahwa dunia perkuliahan itu tidak akan terlalu memusingkan, sebab apa yang akan saya pelajari kelak adalah ilmu tertentu yang bersifat spesifik, sehingga pikiran saya akan terfokus pada suatu bidang ilmu dan tidak bercabang ke mana-mana. Seperti itulah gambaran yang terbayangkan dalam benak saya mengenai dunia kuliah, betapa menyenangkan.
Waktu terus berlalu, sampai akhirnya tibalah saya pada suatu masa di mana saya telah dinyatakan lulus SMA serta harus memilih kampus yang akan menjadi tempat kuliah saya. Pikiran saya telah terlanjur senang dan bangga, sebab saya telah berhasil melalui masa-masa yang begitu menantang selama di SMA saya tercinta (SMEA YPK IMANUEL SORONG, PAPUA) dan sekarang telah tiba saatnya di mana saya akan menggapai salah satu impian saya, yaitu mengecap nikmatnya bangku perkuliahan. Banyak tawaran yang menggiurkan dari kampus-kampus yang ada di sekitar saya, baik kampus negeri maupun swasta. Setelah melalui berbagai pertimbangan dari faktor biaya, jarak, kualitas kampus, spesifikasi jurusan, dan faktor-faktor lainnya, maka saya dan orang tua akhirnya sepakat memutuskan untuk memilih Universitas Negeri Papua sebagai tempat kuliah saya serta memilih untuk menekuni bidang ilmu dalam jurusan Kehutanan di universitas tersebut. Masa-masa awal perkuliahan yang saya lalui di UNIPA sepertinya mirip dengan apa yang dialami teman-teman saya yang berkuliah di kampus lain, bahkan sepertinya OSPEK yang saya alami di Unipa tampaknya tidak seberat apa yang dialami teman saya di kampus lain. Singkat cerita, Masa Ospek selesai dan saya ditempatkan di semester, di mana saya bertemu teman-teman yang serba unik dan menyenangkan. Seperti kebanyakan orang, adaptasi adalah proses yang cukup menyulitkan dan akan menentukan citra diri seseorang selama dia berada di dalam lingkungan tersebut, hal itu pun berlaku bagi saya. Saya adalah seseorang yang berkarakter ‘agak’ pendiam, hal ini pun cukup menjadi penghalang tersendiri bagi saya dalam bergaul dengan teman-teman sekelas. Setelah menjalani perkuliahan selama satu minggu, saya mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kelas saya dan mulai dekat dengan beberapa teman. Suatu hari (kira-kira setelah dua minggu menjalani perkuliahan), tiba-tiba saya dipilih oleh teman-teman sebagai ketua kelas (entah untuk berapa periode...?). Seperti pada berbagai tempat di tanah air, hukum voting (pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak) pasti berlaku. Hal inilah yang membuat saya tidak dapat menolak hasil keputusan teman-teman sekelas. Sesudah hari pemilihan tersebut, dunia perkuliahan yang ada dalam benak saya selama itu tiba-tiba berubah 180°. Ternyata, kuliah itu tidaklah sesantai yang saya bayangkan. Banyak tugas-tugas yang harus dipenuhi, baik tugas-tugas yang berasal dari dosen, maupun tugas-tugas yang berasal dari kewajiban saya sebagai ketua kelas. Memang, sebenarnya tugas saya sebagai ketua kelas tidaklah begitu berat, seperti mengkoordinasi kelas dalam berbagai hal atau mempublikasikan hal-hal penting kepada teman-teman sekelas, namun di dalam setiap tugas-tugas tersebut sesungguhnya dituntut tanggung jawab dan rasa peduli dari diri saya demi kepentingan teman-teman sekelas. Dunia perkuliahan yang saya jalani selama semester pertama ternyata cukup berat dan tidak sesuai dengan khayalan saya selama ini. Meskipun demikian, terdapat berbagai hal dan peristiwa yang berkesan bagi saya. Hal-hal yang berkesan tersebut cukup menghibur saya di tengah-tengah kejenuhan yang sempat saya alami. Setelah melalui semester pertama, saya baru menyadari bahwa ternyata segala kesulitan yang saya alami selama ini cukup banyak memberikan manfaat bagi saya. Manfaat tersebut antara lain :
    a.  Mengasah kemampuan saya dalam memimpin sekelompok orang.
    b.  Melatih saya sebagai seseorang yang peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar. 
    c.  Mengajarkan saya untuk tetap bersikap benar meskipun kenyataan yang saya alami tidak sesuai dengan harapan.
    d.  Membuat saya paham akan makna solidaritas yang sebenarnya (bukan solidaritas yang salah dan tidak bertanggung jawab).
Perkuliahan selama semester pertama bagi saya tidaklah seberat perkuliahan di semester kedua yang sedang saya alami saat ini (meskipun masa-masa sulitnya saat ini telah berlalu). Semester kedua merupakan masa di mana sangat banyak tugas yang harus dikumpulkan dalam waktu yang relatif cepat bagi saya. Tugas yang benar-benar berkesan adalah pembuatan Laporan Akhir Praktikum Tugas yang satu ini sangat berkesan bagi saya dan teman-teman di 1 Jurusan karena perjuangan yang telah kami lalui bersama cukup berat, banyak pengorbanan yang telah diberikan demi terwujudnya laporan tersebut. Proses pembuatan Laporan yang berat sesungguhnya memberikan makna tersendiri bagi kelas kami. Makna tersebut adalah semakin terasahnya kekompakkan kelas kami dalam menghadapi masa sulit bersama-sama. Di masa tersebut juga terjalin rasa saling mempercayai satu sama lain yang selanjutnya melahirkan solidaritas yang lebih tinggi lagi di antara sesama teman sejurusan, khususnya antar teman-teman sekelas. Begitu banyak manfaat dan makna di balik setiap masa sulit yang saya tempuh. Ketidaksesuaian antara khayalan saya selama ini tentang dunia perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi dalam dunia perkuliahan sesungguhnya, sekarang dapat saya maknai sebagai suatu kenyataan yang harus saya tempuh sekalipun berat dan menuntut banyak pengorbanan. Saya merasakan kepuasan tersendiri setelah saya berhasil menuntaskan tugas-tugas berat tersebut. Saya menyadari bahwa “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senag kemudian”
Teks. Otis Mambrasar/TNC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar